TOLERANSI BERAGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya kita memohon pertolongan.
Shalawat
serta salam kita haturkan kepaa Nabi junjungan alam, yakni Nabi
Muhammad Saw., berserta keluarga beliau, shahabat beliau, serta seluruh
pengikut beliau hingga akhir zaman.
Islam
merupakan agama yang luas, dan menyeluruh, mengatur umatnya dalam
segala aspek kehidupan, dari Akidah, Akhlaq, pendidikan, ekonomi, dan
lain sebagainya. Salah satu dari sekian banyak aspek-aspek yang diatur
dalam Islam adalah aspek toleransi terhadap pemeluk agama lain, yang
sering kita kenal dengna toleransi beragama. Bagaimana Islam memandang
hal ini, berikut pemaparannya.
v Defenisi
Toleransi
secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri[1]
kata
tolerasi dalam bahasa Belanda adalah "tolerantie", dan kata kerjanya
adalah "toleran". Sedangkan dalam bahasa Inggeris, adalah "toleration"
dan kata kerjanya adalah "tolerate".
Toleran mengandung pengertian: ber-sikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya.[2]
Indrawan WS. menjelaskan pengertian toleran adalah menghargai paham
yang ber-beda dari paham yang dianutnya sendiri. Kesediaan untuk mau
menghargai paham yang berbeda dengan paham yang dianutnya sendiri. [3]
Sementara
menurut istilah Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya,
sosial dan politik, ia adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang
saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk kemudian
bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya dan
memperjuangkannya. Demikianlah yang bisa kita simpulkan dari celotehan
para tokoh budaya, tokoh sosial politik dan tokoh agama diberbagai
negeri, khususnya di Indonesia . Maka toleransi itu adalah kerukunan
sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada
diantara mereka.
Sampai
batas ini, toleransi masih bisa dibawa kepada pengertian syariah
islamiyah. Tetapi setelah itu berkembanglah pengertian toleransi
bergeser semakin menjauh dari batasan-batasan islam, sehingga cenderung
mengarah kepada sinkretisme agama-agama berpijak dengan prinsip yang
berbunyi “semua agama sama baiknya”. Prinsip ini menolak kemutlakan
doktrin agama yang menyatakan bahwa kebenaran hanya ada didalam islam.
Kalaupun ada perbedaan antara kelompok islam dengan kelompok non muslim,
maka segere dikatakan bahwa perkara agama, adalah perkara yang sangat
pribadi sehingga dalam rangka kebebasan, setiap orang merasa berhak
berpendapat tentang agama ini, mana yang diyakini sebagai kebenaran [4]
Lalu bagaimana Islam mendefenisikan Toleransi?
Secara bahasa arab akan kita temukan kata yang mirip dengna arti toleransi yakni
"إختمال , تسمه " ikhtimal
dan tasammuh yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha -
yasmuhu - samhan, wasimaahan, wasamaahatan, artinya: murah hati, suka
berderma) [5]
Jadi
toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai, dengan sabar
menghor-mati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain.
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil bathil,
mencampuradukan antara hak dan batil, suatu sikap yang sangat terlarang
dila-kukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang
dijadikan alasan adalah tole-ransi padahal itu merupakan sikap sinkretis
yang dilarang oleh Islam.
Harus
kita bedakan antara sikap toleran dengan sinkretisme. Sinkretisme
adalah mem-benarkan semua keyakinan/agama. Hal ini dilarang oleh Islam
karena termasuk Syirik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam". (QS. Ali Imran: 19)
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil
(mencampurkan yang haq dengan yang bathil). Sedangkan toleransi tetap
memegang prinsip al-furqon bainal haq wal bathil (me-milah/memisahkan
antara haq dan bathil). Toleransi yang disalahpahami seringkali
men-dorong pelakunya pada alam sinkretisme. Gambaran yang salah ini
ternyata lebih do-minan dan bergaung hanya demi kepentingan kerukunan
agama.
Dalam
Islam tole-ransi bukanlah fata-morgana atau bersifat semu. Tapi
memiliki dasar yang kuat dan tempat yang utama. Ada beberapa ayat di
dalam Al-Qur'an yang bermuatan toleransi.
v Konsep toleransi beragama dalam Islam
A. Toleransi dalam keyakinan dan menjalankan peribadahan
Dari pengertian diatas konsep terpenting dalam toleransi Islam adalah menolak sinkretisme.
Yakni Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah islam”.(Al-Imran: 19)
“Barangsiapa
yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan
diterima (agama itu) dari padanya, dan diakhirat termasuk orang-orang
yang rugi”. (Al-Imran: 85)
Kemudian
Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan
tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya. Dan kebenaran itu hanya ada di
agama Allah Ta' ala. ”
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang bimbang.”( Al- baqarah :147 )
Kemudian
Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun
yang selainnya untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah
Ta'ala:
“Pada
hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku lengkapi
nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai agama kalian”. (Al-Maidah: 3)
Kaum
mu'minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada
orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada
orang-orang yang munafik (ahlul bid'ah) Allah menegaskan yang artinya “maka
janganlan kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman (Al-Imran: 139)
Kaum
muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk
peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini
sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Ta'ala dalam firmanNya:
“Katakanlah:
wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan
kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi
kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).
B. Toleransi dalam Beragama/ hidup berdampingan dengan agama lain.
Yakni
umat Islam dilarang untuk memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk
agama Islam secara paksa. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah
berfirman:
لاَ
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak
ada paksaan dalam masuk ke dalam agama Islam, karena telah jelas antara
petunjuk dari kesesatan. Maka barangsiapa yang ingkar kepada thoghut
dan beriman kepada Alloh sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul
tali yang kuat yang tidak akan pernah putus. Dan Alloh Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” ( Qs. Al-Baqoroh : 256 )
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ
“Berilah peringatan, karena engkau ( Muhammad ) hanyalah seorang pemberi peringatan, engkau bukan orang yang memaksa mereka.” ( Qs. Al-Ghosyiyah : 21 -22 )
Ibnu
Katsir dalam menafsirkan ayat ter-sebut menjelaskan: Janganlah memaksa
seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan gamblang
tentang se-mua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu
memaksakan seseorang untuk ma-suk ke dalamnya. Orang yang mendapat
hida-yah, terbuka, lapang dadanya, dan terang ma-ta hatinya pasti ia
akan masuk Islam dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata
hatinya, tertutup penglihatan dan pen-dengarannya maka tidak layak
baginya masuk Islam dengan paksa.
Demikian
pula Ibnu Abi Hatim meriwa-yatkan telah berkata bapakku dari Amr bin
Auf, dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, "Aku dahulu
adalah abid (hamba sahaya) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani. Umar
menawarkan Islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata: laa
ikraha fid din, wahai Asbaq jika anda masuk Islam kami dapat minta
bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin." [6]
C. Toleran dalam hubungan antar bermasyarakat dan bernegara.
Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleran yang harus ditunjukan umat Islam yakni diantaranya:
a. Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-orang kafir dan dilarang mendhalimi hak mereka.
“Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya
kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikandan
taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan kemaksiatan dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)
b. Orang-orang
kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum
muslimin, dibolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat,
berbangsa dengan mereka. “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (8) “Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negrimu dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9)
Artinya
umat Islam diperbolehkan berbuat baik terhadap mereka, hidup
bermasyakarat dan bernegara dengan mereka selama mereka berbuat baik dan
tidak memusuhi umat Islam dan selama tidak melanggar prinsip-prinsip
terpenting dalam Islam. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Nabi Saw.,
dalam jual beli
Dari Jabir bin Abdullah Radliyallahu 'anhu,
bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membeli onta dari
dirinya, beliau menimbang untuknya dan diberatkan (dilebihkan). [7]
Dari Abu Sofwan Suwaid bin Qais Radliyallahu 'anhu dia berkata : "Saya
dan Makhramah Al-Abdi memasok (mendatangkan) pakaian/makanan dari
Hajar, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami dan
belaiu membeli sirwal (celana), sedang aku memiliki tukang timbang yang
digaji, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan tukang
timbang tadi.
"Artinya : Timbanglah dan lebihkan !" [8]
Nabi
juga pernah memaafkan kesalahan orang kafir dan mendoakannya. Hal ini
terjadi ketika setelah peperangan, yang paman beliau dibunuh kaum
musyrikin, dan badannya dicincang-cincang, Nabi sendiri giginya pecah
dan wajah beliau terluka, maka salah seorang shahabat meminta beliau
untuk mendoakan keburukan bagi orang-orang musyrikin yang dzalim
tersebut, namun beliau bersabda:
“Ya Allah, ampunilah kaumku, seusngguhnya mereka tidak mengetahui.”[9]
Kemudian dapat dilihat pula bagaimana sikap Nabi dalam hal memutuskan.
Dari
Abu Hurairah Radliyallahu anhu, bahwasanya ada seorang lelaki yang
menagih Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam sembari bersikap kasar
kepada beliau, maka para sahabat-pun hendak menghardiknya, beliau
bersabda : "Biarkanlah dia, karena setiap orang punya hak untuk berbicara, belikan untuknya seekor onta lalu berikan kepadanya" Para sahabat berkata : "Kami tidak mendapatkan kecuali yang lebih bagus jenisnya!" Beliau bersabda : "Belikanlah dan berikan kepadanya karena sebaik-baik kalian adalah yang terbaik keputusannya" [10]
v Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan
- Bahwa
toleransi dalam Islam adalah toleransi sebatas menghargai dan
menghormat pemeluk agama lain, tidak sampai pada sinkretisme.
- Islam
memiliki prinsip-prinsip dasar dalam toleransi ini, yakni menyatakan
bahwa satu-satunya agama yang benar adalah Islam, Islam adalah agama
yang sempurna, dan Islam dengan tegas menyatakn bahwa selain dari Islam
tidak benar, atau salah. Dan sebagainya.
- Toleransi Islam dalam hal beragama adalah tidak adanya paksaan untuk memeluk agama Islam.
- Kemudian
toleransi Islam terhadap hidup bermasyarakat dan bernegara, yakni islam
membolekan hidup berdampingan dalam hal bermasyakat bernegara selama
mereka tidak memusuhi dan tidak memerangi umat Islam. Dalam hal ini umat
Islam diperintahkan berbuat baik dan menjaga hak-hak mereka dan
sebagainya.
v Daftar Pustaka
Kamus Besar B.Indonesia Edisi. 2 Cetakan 4 Th.1995
Drs Sulchan Yasin, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”,
Indrawan Ws. “Kamus Ilmiyah Populer” 1999 :
Lorens Bagus , kamus filsafat, , PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Th. 1996
Ahmad Warson “kamus Al Muna-wir”
Ibnu Katsir “Tafsir Al-Qur’anul Adzim”.
Sofware Hadits 9 Imam
Komentar
Posting Komentar